Senin, 08 April 2013

Jelang Unas, Siswa Istighotsah - Portal Berita Jawa Timur

Jelang Unas, Siswa Istighotsah - Portal Berita Jawa Timur

Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor: NU Tetap Kaya Kader Muda

Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor: NU Tetap Kaya Kader Muda

HARLAH KE-51 LESBUMI (Pagelaran Wayang Kulit Berlangsung Semarak)


 Jakarta, NU Online
Pengurus Pusat Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia (Lesbumi) menyelenggarakan pertunjukan wayang kulit dengan lakon “Wisanggeni Gugat” di halaman gedung PBNU, Jakarta Pusat, Ahad (7/4). Meski diguyur hujan, pementasan tersebut tampil meriah dari pukul 20.00 hingga 03.00 dini hari tadi.

Acara yang menjadi bagian dari rangkaian "Pekan Kebudayaan" hari lahir (harlah) Lesbumi ini dibuka dengan prosesi potong tumpeng. Pementasan wayang didalangi Ki Enthus Susmono. Dalang asal Tegal, Jawa Tengah ini menceritakan keberanian Wisanggeni mengkritik keras Betoro Guru beserta sekutunya.

Aksi Ki Enthus disaksikan ratusan penonton. Turut hadir dalam pagelaran ini Sekjen PBNU H Marsudi Syuhud, Wasekjen H Abdul Mun’im DZ, mantan ibu negara Ny S Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, dan sejumlah pengurus PBNU dan politisi.

Ketua PP Lesbumi Sastro Ngatawi menampik anggapan bahwa penampilan lakon Wisanggeni sebagai bentuk dukungan terhadap kasus dugaan korupsi yang menimpa Anas. Mantan politisi Demokrat ini juga bukan tamu spesial karena undangan bersifat umum dan menyebar ke berbagai kalangan, termasuk beberapa tokoh partai lainnya.

Sastro mengatakan, Lesbumi berkomitmen keras untuk memulihkan kebudayaan sebagai solusi perbaikan negera Indonesia yang kini mendapat tantangan berat dari arus liberalisme dan ekstremisme agama.

Sementara itu Mun’im mengungkapkan, Lesbumi bergerak untuk melanjutkan cara dakwah Wali Songo. Menurut dia, pengaruh lembaga kebudayaan NU ini sangat signifikan di dunia perfilman Tanah Air, terutama pada kurun era 60 hingga 70-an. Sejumlah seniman budayawan besar, seperti Asrul Sani, Usmar Ismail, dan Djamaluddin Malik berkontribusi banyak dalam perkembangan ini.

PWNU Jabar: Biar Masjid NU Aman, Jadikan Sebagai Sekretariat NU.


PWNU Jabar: Biar Masjid NU Aman, Jadikan Sebagai Sekretariat NU.DUTAonline, Purwakarta - Wakil Ketua PWNU Jawa Barat KH HM Jhondien mengatakan, masjid-masjid NU harus dijadikan sebagai pusat kegiatan umat dan warga Nahdliyin. “Jika tidak begitu, maka masjid-masjid NU bisa lepas ke pihak-pihak lain,” ujarnya dalam Rapat Pimpinan Daerah (Rapimda) Lembaga Ta mir Masjid PCNU Purwakarta, di Pondok Pesantren Assalam, Sempur, Purwakarta, Jabar, Ahad (7/4).

Rapimda bertema "Wujudkan masjid sebagai pusat pemberdayaan umat" ini dihadiri 200 imam, khotib, dan ta'mir masjid NU. Kegiatan terselenggara atas kerjasama PC LTMNU Purwakarta, PP LTMNU, dan PT Sinde Budi Sentosa.

Persoalannya, sambung kiai kelahiran Subang ini, mereka biasanya bukan hanya shalat, tapi menguasai masjid, kemudian membuang kebiasaan-kebiasaan jamaahnya. “Mereka menyimpan khotibnya, lama kelamaan mimbar, tongkat dan tradisi NU dibuang,”tambahnya.

Menurut Jhondien, salah satu cara mengamankan masjid milik NU yang sesuai amanat Muktamar NU di Makassar, bahwa masjid Nahdliyin harus dijadikan sebagai sekretariat NU tingkat Ranting. Ia memberikan catatan, bahwa yang bisa dijadikan semacam itu adalah masjid-masjid yang didirikan dan dikelola jemaah NU.

Sementara itu, Rais Syuriyah PBNU KH Masdar F. Masudi menegaskan supaya memaksimalkan fungsi masjid untuk pemberdayaan. Ia menyarankan supaya serambi masjid sebagai ruang hablum minan nas (pemberdayaan umat), sementara ruang dalam hablu minaAllah (shalat).

Rais Syuriyah PBNU KH Masdar F. Mas udi mengatakan, pada zaman Hadrotuys Syekh KH Hasyim Asy ari gerakan Islam anti-tradisi sudah ada, dan merembes ke Indonesia, tapi pusatnya masih di Makkah.

Mereka adalah kelompok Wahabi. Gerakannya yang paling kentara adalah memberangus halaqah-halaqah pengkajian Islam di pojok-pojok masjid.

Tidak hanya itu, mereka akan menghancurkan makam Nabi Muhammad SAW dihancurkan.

Umat Islam Indonesia resah dengan kebijakan Wahabi tersebut. Kiai-kiai NU dibawah komando KH Hasyim Asy ari membentuk Komite Hijaz. Isinya meminta supaya makam Nabi dan tempat bersejarah jangan dihancurkan.

Alasannya, karena tempat itu adalah atsar (petilasan) yang menyambung kesadaran beragama dengan sejarah. Bagi orang Ahlussunah wal-Jamaah sangat penting. Alasan kedua, kebebasan bermazhab juga harus dilestarikan dalam kajian halaqah-halaqah di masjid Al-Haram dan Nabawi.

Permintaan kiai-kiai NU itu hanya satu, yaitu tidak menghancurkan makam Nabi. Dengan demikian, jika umat Islam di dunia, melihat makam Nabi, itulah perjuangan orang NU.  Perjuangan monumental dunia Islam tahun 1924.

Nah, sekarang, Wahabi itu sudah ada di  kanan kiri kita, dan sudah menendang-nendang pantat kita, kata Kiai Masdar. Maksudnya, mereka sudah merebut masjid-masjid yang didirikan dan dikelola warga NU.

Jika orang NU membiarkan mereka seperti itu, berarti berkhianat kepada perjuangan kiai-kiai NU dibawah komando KH Hasyim Asy ari. Apa kita mau dikatakan berkhianat kepada Hadrotusy Syekh? tanyanya, tentu saja tidak mau.

Penulis: Huda, Jakarta

PBNU Khawatir Peran Gus Dur telah Direduksi

PBNU Khawatir Peran Gus Dur telah Direduksi

PBNU Desak DPR Tunda Pengesahan RUU Ormas


Ilustrasi (Dok Okezone)JAKARTA - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mendesak DPR untuk menunda pengesahan Rancangan Undang-Undang Ormas. Sejumlah perbaikan dinilai masih diperlukan sebelum RUU tersebut resmi diluncurkan.
"Menurut PBNU, masih terdapat pasal yang harus dirumuskan ulang, bahkan di antaranya harus dihilangkan," ujar Wakil Ketua PBNU, As’ad Sa’id Ali di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Kamis (4/4/2013).
Penundaan, kata As’ad, diperlukan untuk menghindari berbagai dampak negatif yang ditimbulkan dari pengesahan RUU tersebut. “Naskah RUU ini belum melihat sejarah, peran dan kontribusi Ormas seperti NU, Muhammadiyah dan yang lainnya dalam proses pembentukan kesadaran berbangsa dan bernegara," jelasnya.
Kata As'ad, NU memandang historis definisi Ormas dalam memberi pengertian Ormas dengan cara menggeneralisasi pengertian Ormas, tanpa mendeskripsikan tata nilai dan kesejarahan serta peran Ormas dalam kontek masyarakat Indonesia.
"Dengan demikan perlu dibedakan secara tegas antara yayasan, perkumpulan dan Ormas yang sudah berakar dalam sistem kemasyarakatan dan kenegaraan bangsa Indonesia," paparnya.
Tiga jenis organisasi yang sangat berbeda tersebut, menurut As’ad, harus diatur dalam skema perundang-undangan yang terpisah. "Sehingga tidak perlu mengikuti tradisi Belanda yang memiliki dua jenis UU yaitu UU yayasan dan perkumpulan," pungkasnya.
Kendati demikian, meski masih diperlukan adanya tambal sulam, PBNU mengapresiasi terhadap langkah pemerintah dan DPR yang tengah menyempurnakan UU No 8/1985 tentang Ormas.