Selasa, 02 Juli 2013

DPR Sahkan UU Ormas dengan Voting

Disahkan DPR, isi UU Ormas alami perubahanSetelah menuai perdebatan dalam rapat sidang paripurna DPR, akhirnya Rancangan Undang-Undang (RUU) Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) disahkan menjadi undang-undang. Keputusan mengesahkan rancangan regulasi itu diambil melalui mekanisme voting. Sebanyak enam fraksi menyatakan persetujuannya yakni Demokrat, Golkar, PDIP, PKS, PPP, dan PKB. Sedangkan tiga fraksi yang menolak adalah PAN, Gerindra, dan Hanura.

Dalam rapat paripurna yang dihadiri 361 anggota dewan, sebanyak 311 orangmenyatakan setuju RUU disahkan menjadi undang-undang. Sisanya, 50 legislator yang menolak adalah perpaduan PAN, Gerindra dan Hanura. “Dengan demikian, maka RUU Ormas disahkan menjadi undang-undang,” ujar pimpinan sidang paripurna, Taufik Kurniawan, Selasa (2/7).
Dalam paripurna, ketua Pansus RUU Ormas Abdul Malik Haramain memberikan laporan akhirnya. Menurutnya penundaan pekan lalu mengamanatkan agar Pansus melakukan dialog dengan sejumlah Ormas.
Pansus lalu melakukan itu pada Rabu (26/7) dengan pengurus Ormas Muhamadiyah, PBNU, PGI, KWI dan Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI). Sehari kemudian, Pansus menggelar pertemuan konsultasi dengan Kemendagri, Kemenkumham, Kemenlu, Kemenag, dan Kemensos terkait perubahan atas masukan dari sejumlah Ormas.
Sejumlah perubahan pasal antara lain Pasal 7. Yaitu tentang bidang kegiatan yang dalam draf semula dikategorisasi, kini dihilangkan. Sehingga ketentuan bidang kegiatan bagi Ormas diserahkan pada kebijakan masing-masing Ormas sesuai dengan AD/ART.
Kemudian Pasal 35, mengenai keputusan organisasi dihapuskan. Sebab ketentuan mengenai pengambilan keputusan organisasi merupakan hak dari masing-masing Ormas.
Pasal 47 ayat (2) dan (3) pun mengalami perubahan. Yaitu penambahan syarat pendirian Ormas yang didirikan oleh warga negara asing dan badan hukum asing. Yakni, salah satu jabatan ketua, sekretaris atau bendahara harus dijabat oleh warga negara Indonesia agar terdapat kontrol.
Kemudian perubahan Pasal 52 huruf d, terkait larangan kegiatan politik bagi Ormas. Pasalnya bagi Ormas yang melakukan kegiatan politik dinilai mengganggu stabilitas politik dalam negeri, hanya dimaksudkan untuk penggalangandana bagi jabatan politik, maupun propaganda politik.
Haramain menguraikan Pansus menyempurnakan Pasal 59 ayat (1) huruf a. Terkait larangan menggunakan bendera atau lambang yang sama dengan bendera atau lambang negara menjadi bendera lambang Ormas. Pasalnya pengaturan tersebut terkait dengan ketentuan yang ada dalam  Pasal 57 huruf c UU No.24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.
Lalu Pasal 65 ayat (3)disempurnakan, yaitu pengaturan sanksi dan penghentian sementara kegiatan Ormas di tingkat provinsi yang semula meminta persetujuan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah. Namun dalam perubahan draf disempurnakan menjadi, “Dalam hal penjantuhan sanksi penghentian sementara kegiatan terhadap Ormas lingkup provinsi atau kabupaten/kota, kepala daerah wajib meminta pertimbangan pimpinan DPRD, kepala kejaksaan, dan kepala kepolisian sesuai dengan tingkatannya”.
Haramain mengakui ada kekurangan dalam RUU Ormas sehingga belum memuaskan sejumlah pihak. Karena masih ada perdebatan dan penolakan dari sejumah Ormas. Namun begitu, Pansus kata Haramain, telah berupaya maksimal menyempurnakan dan menghasilkan rancangan regulasi itu demi kepentingan nasional, bangsa dan negara.
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi dalam sambutannya pengesahan UU Ormas menjadikan Ormas sebagai mitra pemerintah. Ia berpandangan Ormas perlu dikelola demi kemajuan bangsa dan negara. Menurutnya UU No.8 Tahun 1985 tentang Ormas perlu dilakukan revisikarena sudah tidak sesuai dengan konstitusi.
Pemerintah, kata Gamawan menyambut baik pengesahan RUU Ormas karena masuk dalam Prolegnas  2009-2014. Terkait masih ada penolakan, Gamawanmenyatakan, pemerintah dan DPR menghargai masukan dari masyarakat. “Pemerintah dapat memahami dan menyetujui perubahan substansi. Oleh karena itu kami pemerintah sepakat dengan DPR agar RUU ini disahkan menjadi UU,” ujarnya.
Perdebatan
Saat rapat paripurna, sejumlah anggota DPR menyampaikan interupsi dan mendesak agar pengesahan ditunda kembali. Seperti anggota Fraksi Gerindra,Martin Hutabarat. Menurutnya setelah disahkan semestinya bermanfaat bagi masyarakat. Berbeda jika pengesahan ditujukan demi kepentingan tertentu. 
DPR, lanjutnyamesti memberikan ruang untuk melakukan dialog kembali dengan sejumlah Ormas. Karena Ormas yang diundang untuk berkonsultasi tetap bersikukuh melakukan penolakan. “Buat apa disahkan, oleh karena itu berikan lagi agar bisa berdialog, dan ditunda,” imbuhnya.
Ahmad Rubaei punya pandangan serupa. Fraksi PAN terus menerima masukan untuk menolak RUU Ormas. FPAN, meminta DPR mendengar aspirasi Ormassebagai pengguna regulasi tersebut..
Anggota Fraksi Golkar Agun Gunandjar Sudarsa berbeda pandangan. Menurutnya, perbedaan pendapat dalam menyikapi RUU Ormas mencerminkan demokrasi yang egaliter.
Menurutnya, negara memiliki otoritas mengatur terhadap sejumlah organisasi yang sedemikian banyak di Indonesia. Apalagi, bermunculan Ormas yang belum terdaftar. “Penundaan ini mau apa lagi. Kalau masih tidak setuju silakan beri catatan. Hari ini bisa diambil dengan mekanisme pemungutan suara,” ujar Ketua Komisi II itu.
Anna Mu’awanah dari FPKB menilai Pansus telah bekerja selama dua tahun untuk RUU Ormas. Bahkan telah berdialog dengan Ormas besar. Makanya, DPR mesti menghargai jerih payah Pansus dalam pembuatan rancangan regulasi. Persoalan masih adanya Ormas yang menolak hal itu menjadi bagian dari berdemokrasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar