Setelah menuai perdebatan dalam rapat
sidang paripurna DPR, akhirnya Rancangan Undang-Undang (RUU) Organisasi
Kemasyarakatan (Ormas) disahkan menjadi undang-undang. Keputusan
mengesahkan rancangan regulasi itu diambil melalui mekanisme voting.
Sebanyak enam fraksi menyatakan persetujuannya yakni Demokrat, Golkar,
PDIP, PKS, PPP, dan PKB. Sedangkan tiga fraksi yang menolak adalah PAN,
Gerindra, dan Hanura.
Dalam rapat paripurna yang dihadiri 361 anggota dewan, sebanyak 311 orangmenyatakan setuju RUU disahkan menjadi undang-undang. Sisanya, 50 legislator yang menolak adalah perpaduan PAN, Gerindra dan Hanura. “Dengan demikian, maka RUU Ormas disahkan menjadi undang-undang,” ujar pimpinan sidang paripurna, Taufik Kurniawan, Selasa (2/7).
Dalam paripurna, ketua Pansus RUU Ormas
Abdul Malik Haramain memberikan laporan akhirnya. Menurutnya penundaan
pekan lalu mengamanatkan agar Pansus melakukan dialog dengan sejumlah
Ormas.
Pansus lalu melakukan itu pada Rabu
(26/7) dengan pengurus Ormas Muhamadiyah, PBNU, PGI, KWI dan Lembaga
Persahabatan Ormas Islam (LPOI). Sehari kemudian, Pansus menggelar
pertemuan konsultasi dengan Kemendagri, Kemenkumham, Kemenlu, Kemenag,
dan Kemensos terkait perubahan atas masukan dari sejumlah Ormas.
Sejumlah perubahan pasal antara lain
Pasal 7. Yaitu tentang bidang kegiatan yang dalam draf semula
dikategorisasi, kini dihilangkan. Sehingga ketentuan bidang kegiatan
bagi Ormas diserahkan pada kebijakan masing-masing Ormas sesuai dengan
AD/ART.
Kemudian Pasal 35, mengenai keputusan
organisasi dihapuskan. Sebab ketentuan mengenai pengambilan keputusan
organisasi merupakan hak dari masing-masing Ormas.
Pasal 47 ayat (2) dan (3) pun mengalami
perubahan. Yaitu penambahan syarat pendirian Ormas yang didirikan oleh
warga negara asing dan badan hukum asing. Yakni, salah satu jabatan
ketua, sekretaris atau bendahara harus dijabat oleh warga negara
Indonesia agar terdapat kontrol.
Kemudian perubahan Pasal 52 huruf d,
terkait larangan kegiatan politik bagi Ormas. Pasalnya bagi Ormas yang
melakukan kegiatan politik dinilai mengganggu stabilitas politik dalam
negeri, hanya dimaksudkan untuk penggalangandana bagi jabatan politik,
maupun propaganda politik.
Haramain menguraikan Pansus
menyempurnakan Pasal 59 ayat (1) huruf a. Terkait larangan menggunakan
bendera atau lambang yang sama dengan bendera atau lambang negara
menjadi bendera lambang Ormas. Pasalnya pengaturan tersebut terkait
dengan ketentuan yang ada dalam Pasal 57 huruf c UU No.24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.
Lalu Pasal 65 ayat (3)disempurnakan,
yaitu pengaturan sanksi dan penghentian sementara kegiatan Ormas di
tingkat provinsi yang semula meminta persetujuan Forum Komunikasi
Pimpinan Daerah. Namun dalam perubahan draf disempurnakan menjadi, “Dalam
hal penjantuhan sanksi penghentian sementara kegiatan terhadap Ormas
lingkup provinsi atau kabupaten/kota, kepala daerah wajib meminta
pertimbangan pimpinan DPRD, kepala kejaksaan, dan kepala kepolisian
sesuai dengan tingkatannya”.
Haramain mengakui ada kekurangan dalam
RUU Ormas sehingga belum memuaskan sejumlah pihak. Karena masih ada
perdebatan dan penolakan dari sejumah Ormas. Namun begitu, Pansus kata
Haramain, telah berupaya maksimal menyempurnakan dan menghasilkan
rancangan regulasi itu demi kepentingan nasional, bangsa dan negara.
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi dalam
sambutannya pengesahan UU Ormas menjadikan Ormas sebagai mitra
pemerintah. Ia berpandangan Ormas perlu dikelola demi kemajuan bangsa
dan negara. Menurutnya UU No.8 Tahun 1985 tentang Ormas perlu dilakukan revisikarena sudah tidak sesuai dengan konstitusi.
Pemerintah, kata Gamawan menyambut baik
pengesahan RUU Ormas karena masuk dalam Prolegnas 2009-2014. Terkait
masih ada penolakan, Gamawanmenyatakan, pemerintah dan DPR menghargai
masukan dari masyarakat. “Pemerintah dapat memahami dan menyetujui
perubahan substansi. Oleh karena itu kami pemerintah sepakat dengan DPR
agar RUU ini disahkan menjadi UU,” ujarnya.
Perdebatan
Saat rapat paripurna, sejumlah anggota DPR menyampaikan interupsi dan mendesak agar pengesahan ditunda kembali. Seperti anggota Fraksi Gerindra,Martin Hutabarat. Menurutnya setelah disahkan semestinya bermanfaat bagi masyarakat. Berbeda jika pengesahan ditujukan demi kepentingan tertentu.
Saat rapat paripurna, sejumlah anggota DPR menyampaikan interupsi dan mendesak agar pengesahan ditunda kembali. Seperti anggota Fraksi Gerindra,Martin Hutabarat. Menurutnya setelah disahkan semestinya bermanfaat bagi masyarakat. Berbeda jika pengesahan ditujukan demi kepentingan tertentu.
DPR, lanjutnyamesti memberikan ruang
untuk melakukan dialog kembali dengan sejumlah Ormas. Karena Ormas yang
diundang untuk berkonsultasi tetap bersikukuh melakukan penolakan. “Buat
apa disahkan, oleh karena itu berikan lagi agar bisa berdialog, dan
ditunda,” imbuhnya.
Ahmad Rubaei punya pandangan serupa.
Fraksi PAN terus menerima masukan untuk menolak RUU Ormas. FPAN, meminta
DPR mendengar aspirasi Ormassebagai pengguna regulasi tersebut..
Anggota Fraksi Golkar Agun Gunandjar
Sudarsa berbeda pandangan. Menurutnya, perbedaan pendapat dalam
menyikapi RUU Ormas mencerminkan demokrasi yang egaliter.
Menurutnya, negara memiliki otoritas
mengatur terhadap sejumlah organisasi yang sedemikian banyak di
Indonesia. Apalagi, bermunculan Ormas yang belum terdaftar. “Penundaan
ini mau apa lagi. Kalau masih tidak setuju silakan beri catatan. Hari
ini bisa diambil dengan mekanisme pemungutan suara,” ujar Ketua Komisi
II itu.
Anna Mu’awanah dari FPKB menilai Pansus
telah bekerja selama dua tahun untuk RUU Ormas. Bahkan telah berdialog
dengan Ormas besar. Makanya, DPR mesti menghargai jerih payah Pansus
dalam pembuatan rancangan regulasi. Persoalan masih adanya Ormas yang
menolak hal itu menjadi bagian dari berdemokrasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar