Kamis, 30 Mei 2013

NU Jatim berharap usai Konferwil ada perubahan besar

KONFERENSI Wilayah NU Jawa Timur akan digelar mulai Jumat, 31 Mei sampai 2 Juni 2013 di Pondok Pesantren Bumi Shalawat, Tulangan, Sidoarjo, diharapkan jadi momen penting bagi NU Jatim sebagai basis massa NU terbesar di Indonesia untuk melakukan perubahan dan perbaikan di tubuh organisasi.
Kegiatan ini untuk merumuskan dan menetapkan beragam kebijakan strategis terkait penataan organisasi secara internal.

Juga perumusan program-program keummatan dan reaktualisasi peran dan posisi NU di tingkat lokal serta bagaimana sikap dan rekomendasi NU terkait persoalan-persoalan mendasar sekaligus aktual yang tengah terjadi di Jatim.
Mengenai calon pimpinan NU Jatim akan berhati-hati dalam memilih dan memilah agar terjadi perubahan dengan dampak positif terhadap organisasi. Untuk itu, pihak-pihak  eksternal jangan mencampuri urusan NU, baik Parpol maupun penguasa,” tambahnya.
NU sudah berumur 90 tahun, sehingga kadernya sudah matang dalam menghadapi segala intervensi dari pihak luar.
Mengenai kandidat Pimpinan yang mempunyai hak suara hanya 44 cabang NU se Jatim baik Syuriah dan Tanfidziah.  Kader NU terbaik sudah mulai bermunculan. Biasanya kader NU tidak akan mencalonkan, namun bila diberi amanat kiai dan cabang, mereka siap menjalankan amanah tersebut. Meski tidak diatur didalam peraturan, di NU biasanya tidak biasa dan tidak etis mencalonkan diri sebagai kandidat.
Nama yang sudah dibicarakan para kiai dan cabang dalam beberapa pertemuan adalah Dr KH Husnul Khuluq (Ketua PCNU Gresik), Dr KH Abdurrahman Syamsul Arifin/Gus Aab (Ketua PCNU Jember, KH Abdurrahman Usman (Mantan Ketua PCNU Jombang). KH Syaiful Chalim (Ketua PCNU Surabaya), KH Marzuki Mustamar (Ketua PCNU Malang).
Sedangkan di tingkat PWNU adalah KH Mutawakkil Alallah (Ketua PWNU), H Masyhudi Muchtar (Sekretaris PWNU Jatim saat ini),H Kikin Abdul Hakim (Bendahara PWNU Jatim saat ini)
Memang, ketua tanfidziyah banyak diperdebatkan. Seperti posisi ketua banyak kiai dan cabang menginginkan NU harus dipimpin seorang yang menguasai manajerial organisasi yang bagus dan kalau biasa sudah mapan secara finansial sehingga NU tidak dapat di intervensi oleh pihak luar baik politik dan kekuasaan.
Seperti pada zaman Rois Akbar dan Pendiri NU KH Hasyim Asyari, ketuanya adalah Hasan Gipo atau Hasan Basri adalah bukan seorang kiai tetapi saudagar kaya sehingga NU sangat mandiri secara financial dan penguasa tidak bisa intervensi.
Berkaca dari sinilah para kiai berharap perubahan bisa terjadi di NU Jatim. Maka saat ini, nama H Kikin Abdul Hakim dan H Masyhudi Muchtar banyak dibicarakan para kiai untuk menjadi ketua PWNU periode 2013-2018.
Pasalnya, H Kikin Abdul Hakim merupakan cucu langsung KH Hasyim Asyari dan seorang saudagar/pengusaha yang mapan dan berlebih secara financial. Sehingga PWNU Jatim kedepan tidak mudah di intervensi ataupun minta di intervensi penguasa.  Sedangkan H Masyhudi merupakan organisatoris NU sejak muda serta santri Pendiri NU KH Hasyim Asyari PP Tebu Ireng Jombang.
Sehingga, loyalitas terhadap NU tidak diragukan. Namun hasilnya ke depan  diserahkan kepada cabang. Untuk itu, para kiai berharap cabang benar-benar secara selektif memilih ketua, tanpa tekanan, intervensi luar serta imbalan.
Berbeda dengan tanfidziah, posisi Rois Syuriah PWNU Jawa Timur tidak banyak diperdebatkan. Karena menurut tradisi NU Rois merupakan jabatan tertinggi di NU sehingga biasanya selama rois masih mampu memimpin maka tidak ada yang mencalonkan.
Apabila rois sekarang mau diganti, maka rois yang bersangkutan akan menunjuk calon rois lain. Untuk itu, Rois Syuriah PWNU Jatim kemungkinan bakal tetap dipegang KH Miftahul Ahyar, pengasuh Ponpes Miftachussunah Kedung Tarukan, Surabaya.
Mengenai Konferwil minggu depan kemungkinan besar akan menggunakan pilihan langsung, yakni One man one vote. Namun, bisa saja gabungan dengan menggunakan  sistem Ahlul Halli Wal Aqdi apabila dimasukkan kedalam tatip (Tata Tertib) konferwil.
Pelaksanaanya akan diproteksi secara ketat karena NU Jatim sadar dengan basis terbesarnya di Jawa Timur pastilah akan mengundang banyak perhatian publik untuk terlibat dan intervensi dalam kegiatan ini.
Untuk itu, jangan sampai nantinya NU Jatim dipimpin oleh orang yang mengutamakan kepentingan-kepentingan pribadi atau kelompok tertentu, apalagi bila NU dimanfaatkan demi kepentingan politik semata. Baik Pilgub Jatim, Pileg dan Pilpres.
NU Jatim berharap terpilih pimpinan yang mengutamakan organisasi NU dan menjaga Nilai-nilai ukhuwah Nahdliyah (persaudaraan sesama warga NU), Ukhuwah islamiyah persaudaraan sesama kaum muslimin), ukhuwah wathaniyah, (persaudaraan kebangsaan), dan ukhuwah basyariyah (persaudaraan kemanusiaan).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar